5 Kebiasaan Suku Pedalaman di Indonesia yang Menunjukkan Keberagaman Budaya Lokal
Ester Pandiangan | 08 August 2018
Indonesia adalah salah satu negara
kepulauan yang memiliki keberagaman etnis terbesar di dunia. Sementara
Anda sedang sibuk dengan sosial media, beberapa suku di pedalaman
Indonesia sana justru berbenah membangun rumah pohon, maupun menato diri
sebagai bagian dari ritual tradisionalnya.
Banyak suku-suku di Indonesia yang bermukim di pedalaman ini begitu
memegang teguh keyakinan dan kepercayaan yang tidak bisa diganggu-gugat.
Sesuatu yang membuktikan bahwasanya Indonesia kaya akan keberagaman
budaya lokal. Nah, seperti apa kebiasaan yang dilakukan mereka? Yuk,
simak di sini!
1. Tinggal di Rumah Pohon (Korowai, Papua Barat)
Suku Korowai yang berada di Papua ini sempat mendapat sorotan dunia
di tahun 1970-an saat sekelompok ilmuwan yang dipimpin Peter Van Arsdale
hendak mempelajari cara hidup suku Korowai dan mencari tahu alasan
mengapa suku ini masih melakukan praktek kanibalisme. Di samping kisah
kanibalisme yang dimiliki suku ini, ada juga budaya lain yang membuat
Korowai begitu unik. Yaitu kemampuan suku ini dalam membuat rumah di
atas pohon. Ya, suku Korowai memang lebih menyukai tinggal di atas
pohon dengan ketinggian rata-rata 35 meter dari atas tanah. Hal ini
dilakukan untuk menghindari nyamuk serta roh jahat. Biasanya rumah yang
baru selesai dibangun akan dilumuri lemak hewan di ambang pintu dan
tangga. Diketahui saat ini suku Korowai berjumlah sekitar 3.000-4.000
orang.
2. Menjalani Kehidupan tanpa Benda Modern (Baduy Dalam, Banten)
Keunikan dari kebudayaan Baduy sebagai salah satu suku pedalaman
Indonesia yang mewarisi khazanah lokal adalah pantangan untuk terpapar
dengan dunia modern. Suku Baduy, tepatnya Baduy Dalam tidak menggunakan
produk-produk modern sesederhana peralatan masak, penerangan listrik dan
transportasi umum. Makanya, kalau melakukan kunjungan ke kota sekalipun
masyarakat Baduy melakukan perjalanan kaki. Situasi ini membuat mereka
tidak bisa melakukan perjalanan menyeberang pulau karena akan melawan
ketentuan pelarangan penggunaan transportasi.
3. Tato Sebagai Tanda Pengenal Leluhur setelah Meninggal (Mentawai, Sumatera Barat)
Untuk masyarakat Suku Mentawai, tato bukan
hanya sekadar gaya melainkan penanda abadi yang akan mempertemukan
mereka dengan para leluhur di alam baka nanti. Tato juga penanda starta
sosial, dan setiap tato punya cerita, makna serta selalu diiringi ritual
saat pembuatannya. Tidak ada orang Mentawai yang hidup tanpa tato,
seperti halnya bernapas, tato sudah menjadi bagian dari keseharian yang
tidak bisa ditinggalkan.
4. ‘Hidup’ di Laut (Bajau, Kalimantan)
Suku Bajau tidak hanya da di Kalimantan tetapi juga menyebar di
Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan daerah lainnya
karena suku ini terbilang menjalani hidup nomaden. Keunikan suku ini
adalah karena mereka tinggal di atas laut dan terbiasa menyelam bahkan
sampai kedalaman 70 meter di dasar laut tanpa bantuan alat pernapasan.
Bahkan karena lebih banyak menghabsikan waktu di perairan, banyak suku
Bajau yang tidak bisa berlama-lama di daratan karena mereka akan merasa
home sick pada perairan. Selain itu dilansir dari
dailymail,
banyak anak suku Bajau yang merasa lebih bisa melihat dengan jelas di
perairan dibandingkan saat di daratan. Kehebatan suku ini tak sampai di
situ saja, Bahkan salah seorang suku Bajau diketahui mampu menyelam
selama 13 menit tanpa bantuan alat pernapasan.
5. Kebiasaan Berburu Paus (Suku Lamalera, Nusa Tenggara Timur)
Walaupun kegiatan ini dilarang oleh para pegiat satwa liar dan
konservasi alam, tetapi nyatanya aktivitas ini sudah mendarah daging
sejak ratusan tahun lalu bagi Suku Lamalera. Ritual memburu paus ini
sebelumnya diawali dengan doa dan pemotongan ayam hitam serta upacara
adat untuk mendoakan supaya proses pemburuan berjalan lancar. Perburuan
paus yang dilakukan dalam rentang Mei – Oktober ini merupakan kegiatan
rutin yang kelak hasil perburuannya akan dibagi-bagi dengan seluruh
penduduk sesuai dengan sumbangsihnya kepada desa. Pemerintah setempat
juga tidak melarang hal ini, selama hasil buruan memang ditujukan untuk
konsumsi pribadi dan bukan untuk dijual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar