Selasa, 26 Februari 2019

Gaya Hidup Anak MILENIAL di Ibu Kota

6 menit
Gaya hidup milenial Jakarta. (Shutterstock)
Gaya hidup milenial Jakarta. (Shutterstock)
Gaya hidup milenial Jakarta yang konsumtif saat ini tak lagi bisa tercukupi dengan Upah Minimum Propinsi (UMP) Ibukota. Kelas menengah milenial yang terbiasa menghabiskan hari di coffee shop kian hari jumlahnya semakin banyak.
Jika dahulu penikmat kopi banyak didominasi oleh pria paruh baya, kini trennya meluas ke kalangan anak muda. Tak hanya dari sisi usia, tempat menikmati kopi pun kini telah bergeser dari warung kopi pinggir jalan, atau tukang kopi sepeda keliling ke tempat kopi kekinian.
<span data-mce-type="bookmark" style="display: inline-block; width: 0px; overflow: hidden; line-height: 0;" class="mce_SELRES_start"></span>
Sedari pagi, gerai-gerai kopi modern seperti Starbucks, Coffee Bean, Liberica atau yang made in local layaknya Tuku, Kenangan, atau Animo sudah dipadati millennials Jakarta. Ungkapan mulai hari-mu dengan secangkir kopi pun mengemuka akhir-akhir ini.
Bisa kita lihat mereka melangkah memasuki kantor atau kampus dengan menenteng tas ditangan kanan, dan kopi ditangan kiri. Seolah fenomena ini menjadi pemandangan yang lumrah di Ibukota.
Tak hanya soal kopi, anak “gaul” Jakarta juga tak mau ketinggalan tren kekinian. Disela-sela kesibukan kerja atau kuliah, Generasi Y sering kali menghabiskan waktunya dengan gawai untuk berseluncur membuka media sosial atau platform online shopping yang menjamur.
Sekedar untuk mengetahui budaya kekinian yang lagi hits, atau memanjakan diri dengan berbelanja outfit, aksesoris hingga gadget terbaru. Mereka rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk browsing di dunia maya, dan uang yang banyak asalkan tetap up to date.
Padahal belum tentu apa yang mereka lihat, dan beli sebetulnya cocok, atau setidaknya mereka butuhkan. Idiom “Biar Tekor Asal Kesohor” sepertinya menjadi jargon yang popular. Bila belum puas dengan surfing di internet, anak kekinian kota metropolitan ini tak segan untuk hunting ke mall ataupun toko-toko khusus.
Meski belum tentu membeli, mata mereka tampaknya terpuaskan dengan melihat barang branded, dan kekinian lalu kemudian nongkrong di café bersama teman untuk sekedar membahasnya. Selain café dan mall, tempat yang selalu ramai dikunjungi anak muda Jakarta, utamanya saat weekend adalah bioskop.
Sempat mati suri di era 90an, kini bioskop kembali menggeliat dan menjelma menjadi salah satu tempat hangout favorit anak muda Jakarta. Kita bisa melihat betapa penuhnya bioskop di setiap mall ketika akhir pekan telah tiba.
Hal lain yang gak kalah digemari kalangan kelas menengah muda saat ini adalah travelling. Paling nggak sebulan sekali mereka menghabiskan waktu bersama teman, pacar atau keluarga untuk berkeliling Jakarta, keluar kota bahkan ke luar negeri.
Berkembangnya budaya selfie dan media sosial juga turut mendukung fenomena ini. Tak sekedar untuk refreshing, terkadang anak muda Ibukota berlibur hanya untuk mengejar spot foto Instagrammable agar bisa eksis di dunia maya dan lingkungannya.
Terakhir yang tidak kalah vital bagi kalangan millennials Jakarta pada saat ini adalah internet. Kecanduan akan gawai dan media sosial membuat akses internet menjadi kebutuhan pokok. Kemana pun mereka pergi, internet harus selalu on. Jangan sampai nggak eksis hanya karena kuota habis.
Tren-tren seperti ini menjadi hal yang sering kita jumpai di Jakarta. Disamping kebutuhan konsumtif lainnya. Seperti langganan TV Kabel, aplikasi film dan musik, clubbing, hingga belanja barang hobi yang berharga mahal.
Melihat fenomena seperti ini, Kamu penasaran gak sih? Berapa sebenarnya biaya yang anak muda Jakarta habiskan dalam sebulan untuk kebutuhan lifestyle mereka? Tim MoneySmart.id melakukan penelusuran dengan melakukan wawancara dan survey terhadap beberapa anak muda yang ditemui di tempat-tempat kekinian Ibukota.

Daftar pengeluaran anak Jakarta buat gaya hidup. (MoneySmart/Indri Solihin)
Daftar pengeluaran anak Jakarta buat gaya hidup. (MoneySmart/Indri Solihin)

UMP Gak Cukup Tanggung Gaya Hidup Milenial Jakarta

Hasilnya cukup mencengangkan. Dari wawancara dan riset mendalam yang dilakukan diketahui bahwa porsi lifestyle anak kekinian Jakarta bisa mencapai 80 persen dari penghasilan.
Sementara bagi yang belum memiliki penghasilan, dan masih mengandalkan uang jajan dari orang tua bahkan lebih gila lagi. Mereka mengalokasikan seluruh uang jajannya untuk mengikuti gaya hidup masa kini.
“Karena makan dan tempat tinggalkan masih ditanggung orang tua. Jadi semua uang jajannya lebih untuk kebutuhan pribadi (lifestyle) aja,” ungkap Lutfa, Mahasiswi Paramadina.
Secara rata-rata, dana yang dihabiskan mayoritas anak muda kelas menengah Jakarta untuk kebutuhan lifestyle per bulannya sebesar Rp 3.266.000. Jumlah itu hampir setara dengan UMP DKI Jakarta tahun ini yang senilai Rp 3.648.035.
Angka (biaya lifestyle) itu akan makin membesar andai kata kita menyertakan anak muda Jakarta kelas atas, yang gaya hidupnya lebih jetset lagi.
Bisa dibayangkan jika kamu adalah golongan pekerja dengan gaji UMP, tentunya akan sangat terbebani dengan gaya hidup seperti itu.
Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi (MRE), Andi Nugroho mengatakan, gaya hidup anak muda yang cenderung boros bukanlah fenomena yang baru. Itu terjadi hampir di semua kota besar, bahkan kini telah merambah ke kota kecil sekalipun.
“Karena perilaku boros erat kaitannya dengan kondisi lingkungan sosial tempat tinggalnya. Serta derasnya informasi lifestyle yang sampai kepada orang tersebut, dan kini semakin mudah dengan adanya media sosial,” papar Andi.
Terlebih penggunaan internet dan media sosial sudah masuk ke daerah terpencil sekalipun. Maka sedikit banyak dapat mengubah perilaku dan cara pandang anak muda dalam membelanjakan uangnya.

MoneySmart.id
Porsi Terbesar Milenial Jakarta (MoneySmart.id)

5  Biaya Lifestyle Terbesar Anak Milenial Jakarta

Travelling menjadi komponen biaya gaya hidup terbesar bagi anak milenial Jakarta. Menurut hasil survey MoneySmart.id, jumlahnya menyedot 43 persen dari total biaya lifestyle setiap bulannya.
“Liburan termasuk yang aku hobi. Kadang ada temen ngajak dadakan juga ayo, makanya suka boros di anggaran liburan,” kata Ratu seorang Karyawan Bank Swasta kepada MoneySmart.id.
Setelah travelling, nongkrong di café baik itu untuk ngopi atau sekedar hangout sama teman-teman menjadi komponen kedua terbesar yang dihabiskan anak gaul Jakarta. Setidaknya 25 persen dari total biaya lifestyle per bulannya mereka habiskan untuk keperluan ini.
Maka tidak heran jika kita sering menjumpai kerumunan anak muda di café atau tempat kopi kekinian setiap harinya di Ibukota.
Tapi nongkrong dengan teman tidak akan eksis jika gak didukung dengan outfit, gawai atau aksesoris kekinian. Sehingga tak heran jika komponen ketiga terbesar yang menguras biaya hidup anak milenial Jakarta adalah shopping.

MoneySmart.id
Nongkrong Sudah Jadi Kebutuhan (MoneySmart.id)

Setiap bulannya, mereka menghabiskan dana 22,5 persen untuk kebutuhan belanja demi menunjang gaya hidup terbaru setiap harinya. “Aku suka banget belanja. Apalagi ke store sepatu, hobi koleksi juga soalnya,” tutur Andi, Karyawan BUMN.
Selain belanja, nonton menjadi item lain yang wajib dilakukan setiap minggunya. Per bulan, anak muda Jakarta setidaknya merogoh 11,7 persen koceknya untuk ke bioskop. Tak hanya sekedar menonton film, umumnya anak muda juga membeli snack dan bahkan aksesoris terkait film yang ditontonnya. Tentunya agar ajang menonton menjadi lebih asyik dan keren.
Satu lagi komponen yang penting bagi anak kekinian Ibukota adalah pengeluaran untuk internet. Langganan paket data di handphone atau menggunakan modem menjadi keharusan bagi anak muda sekarang. Keeksisan mereka tidak akan terlihat jika akses ke media sosial terputus dikarenakan gak punya kuota.
Maka dari itu, internet menghabiskan 7,9 persen biaya lifestyle setiap bulannya. Diluar kelima biaya tersebut, MoneySmart.id juga mencatat expense lifestyle lainnya. Seperti berlangganan tv kabel, aplikasi musik, film hingga hobi kekinian seperti clubbing.

Boros Jadi Karakter Milenial Jakarta

Pengamat Gaya Hidup Samuel Mulia mengungkapkan, gaya hidup anak anak muda di kota besar khususnya Jakarta cenderung boros dan konsumtif. Fenomena seperti ini dikatakan sudah menjadi kateristik.
“Namanya juga kota besar. Artinya besar dalam ukuran kota dan besar dalam godaan. Kota besar menawarkan segala macam sehingga dari yang awalnya gak mau konsumtif bisa jadi konsumtif. Umumnya kota besar juga menjadi trendsetter gaya hidup, dan agar trendy kita cenderung jadi konsumtif,” papar Samuel

MoneySmart.id
Nongkrong Jadi Gaya Hidup (MoneySmart.id)

Kondisi sosial ekonomi juga turut menyebabkan gaya hidup anak muda di Jakarta konsumtif. Namun tak berarti sama dengan mereka yang sosial ekonominya berlebihan. Sekarang dengan kemudahan yang diberikan dengan cicilan, yang gak punya uang pun bisa gaya.
Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah informasi yang didapat dengan cepat melalui media online, akibat adanya teknologi yang semakin maju. Orang dapat dengan mudah mendapatkan informasi, dan dengan mudah melalukan transaksi dengan cepat dan super mudah.
Dorongan untuk menjadi konsumtif sendiri terjadi karena dua hal, internal dan eksternal. Dari internal, kehidupan dan cara hidup yang mereka lihat di dalam keluarga. Sementara itu, faktor eksternalnya adalah pergaulan dan kemajuan teknologi yang dengan mudah dapat diakses.

MoneySmart.id
Alokasi Keuangan Ideal (MoneySmart.id)

Alokasi Ideal Biaya Lifestyle

Perencana Keuangan Head Oneshildt Financial Planning, Agustina Fitria Aryani mengungkapkan, jika anak muda harus mengindari pengeluaran yang melebihi kemampuan. Sebab hal ini bisa menjerumuskan diri ke dalam utang yang tidak sehat.
“Kita harus menghindari memiliki utang yang tidak sehat. Seperti utang kartu kredit yang tidak dibayar lunas tepa waktu misalnya. Hindari berada dilingkungan yang tidak mendukung gaya hidup keuangan yang sehat,” papar Agustina.
Dirinya juga menyarankan untuk kalangan milenial menghindari kebiasaan ikut-ikutan. Setiap keputusan keuangan perlu dibuat dengan mengumpulkan informasi sebanyak banyaknya. Harus menimbang kebutuhan vs keinginan dan disesuaikan dengan skala prioritas atau urgensi.
Idealnya, pengeluaran gaya hidup tidak boleh melebihi 10 persen dari penghasilan. Jika pun lebih, sebaiknya mengurangi beban konsumsi lainnya, seperti utang atau kebutuhan pokok yang tidak urgent.
Agar tetap terkontrol,  sebaiknya kamu membuat anggaran dan pencatatan keuangan dan lakukan evaluasi misalnya setahun sekali. Sisihkan dana untuk menabung dan investasi segera setelah menerima penghasilan, sebelum dikeluarkan untuk biaya-biaya lainnya. Jika perlu lakukan investasi dengan sistem autodebet.
Langkah lainnya adalah prioritaskan keperluan yang penting dan mendesak dalam melakukan pengeluaran. Terakhir yang gak kalah penting adalah miliki dana darurat dan proteksi yang cukup. Hal ini untuk mengantisipasi resiko yang dapat berdampak pada keuangan.
Reporter : Pramdia Arhando
Editor     : Ayyi Hidayah
Video      : Ardi Mandiri, Ruben Setiawan
Grafis     : Indri Solihin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar